ESQ MPP sebagai Narasumber di Koran Tempo 4 Mei 2017
oleh : Dini Pramita (Koran Tempo, 4 Juli 2017)
Presiden ke 44 Amerika Serikat, Barack Obama, tetap aktif setelah pensiun dari jabatan presiden. Selama 12 hari dia menghabiskan waktu untuk berwisata ke Indonesia. Meski demikian, Obama tidak hanya berlibur. Dia bertemu dengan Presiden Joko Widodo dan menjadi pembicara dalam konvensi diaspora Indonesia.
Beberapa kali Obama mengungkapkan rencana kariernya setelah pensiun. Dalam wawancara terakhir sebagai presiden, dia mengatakan akan menulis beberapa memoar politik.
Obama juga pernah ingin kembali mengajar. “Saya merindukan berdiskusi dengan para siswa,” kata dia. Selama 2004, Obama dosen di University of Chicago Law School.
Menyiapkan karir “kedua” setelah pensiun bukan perkara mudah. Menurut Manajer Bussiness Development ESQ MPP, konsultan pascapensiun, Sulestiono, mengembangkan karier kedua ideal jika bermula dari hobi. “Karena harapannya setelah pensiun akan memiliki aktivitas positif yang membahagiakan, menyenangkan, dan juga bisa mendatangkan passive income, kata dia.
Bahkan, dia menuturkan, jika seorang pensiunan ingin berwirausaha, tak disarankan memulai dari nol. Bermitra dengan pewaralaba dianggap lebih praktis karena tingkat stressnya lebih rendah ketimbang merintis bisnis dari awal. “Sebab, inti dari memiliki aktivitas pasca pensiun adalah memiliki kegiatan yang menyenangkan,” kata dia.
Sulestiono menjelaskan, setiap individu memiliki potensi karier kedua yang berbeda-beda. Ada individu yang dominan di bisnis, ada juga di bidang sosial, seperti memberikan seminar, aktif di organisasi kemanusiaan, atau menjadi pengajar. Untuk melihat potensi tersebut, diperlukan pengujian yang mendalam. “Indikatornya antara lain hobi, minat, dan keahlian yang dimiliki”, dia menyebutkan.
Melalui pengujian, pilihan karier seorang pensiunan akan lebih terukur. Misalkan seseorang yang dianggap berpotensi berwirausaha dapat diklasifikasikan menjadi kelompok pengambil risiko, moderat, atau tipe pemain aman. “Tipe pengusaha berbeda-beda, ini dapat menjadi acuan dalam mengembangkan potensi,” kata dia.
Sulestiono menuturkan, karier kedua akan meminimalkan depresi, seperti post power syndrome, karena menghilangkan kejenuhan setelah tidak lagi bekerja. “Mereka mungkin lebih sejahtera dan bahagia justru setelah pensiun,” kata dia.
Ia menekankan pentingnya persiapan dan pembekalan matang untuk para calon pensiunan. Sayangnya, survey Manulife menunjukkan orang Indonesia menganggap enteng persiapan pensiun. Karyadi Pranoto, Chief of Employee Benefits PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, mengatakan, untuk merasakan pensiun yang nyaman, dibutuhkan waktu dan perencanaan yang tepat.
Jika tidak siap mental, kata Sulestiono, seseorang akan menjadi stress dan depresi. Kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan, seperti tekanan darah tinggi. Jika sudah sakit-sakitan, kondisi finansial akan terganggu. “Akhirnya, aktivitas pensiun akan jadi tidak bermakna,” kata dia.
Sulestiono mengatakan pensiun merupakan fase yang normal dalam hidup. “Hal ini yang kami tekankan,” kata dia. Selanjutnya, supaya dapat hidup sehat-bugar pada masa penisun, harus ada pembekalan mengenai makanan dan olahraga yang dianjurkan sesuai dengan kondisi tubuh individu. Setelah itu, dibutuhkan bekal finansial sehingga pensiunan tahu bagaimana mengatur investasi dan konsumsi. “Ini akan kait-mengait dengan karier keduanya nanti”, kata dia.
Persiapan pensiun ini, menurut Sulestiono, idealnya dilakukan tiga hingga dua tahun sebelum seseorang pensiun. Dia mengatakan, kecemasan setiap individu berbeda-beda. Dengan persiapan matang, kecemasan dapat ditanggulangi jauh-jauh hari.