Definisi Spiritual Intelejensia, dan sikap Anti Terorisme dari konsep ESQ

By June 13, 2017August 20th, 2020Kisah Inspiratif
konsultan pelatihan pensiun, konsultan pensiun, konsultan masa persiapan pensiun, masa persiapan pensiun, pelatihan pensiun, pelatihan persiapan pensiun, training pensiun, training persiapan pensiun, training masa persiapan pensiun, kunjungan usaha, solusi pensiun, pra pensiun, persiapan pensiun, pensiun kaya, pensiun dini, tips orang sukses

Selamat Pagi!

 

Salam Hangat Jelang Penghujung Ramadhan tahun 1438 untuk semua Sahabat ESQ. Semoga kita selalu dalam lindungan dan hidayah Allah SWT..

 

Kali ini kita akan meneruskan bahasan tentang Low ESQ. Seorang Psikolog mendebat tulisan tentang bahaya Low ESQ dan Terorisme. Ia yang pernah bertugas memeriksa keadaan psikologis sejumlah tersangka teroris, menyampaikan seperti ini : “Teroris itu ESQ nya gak rendah kok”.. dari situ kami menangkap bahwa, masyarakat luas masih belum memahami apa itu Low ESQ. bahkan, psikolog tersebut mungkin tidak mengetahui apa itu ESQ, atau bahkan tidak mengerti apa yang dimaksud dengan Spiritual Intelligence, yang menjadi dasar penentuan nilai Spiritual Quotient seseorang.

 

Untuk itu, mari kita simak beberapa definisi Spiritual Intelejensia (SI) dari masyarakat ilmiah, terutama dari tataran ilmu psikologi. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Vineth & Manju, 2011), menyebutkan bahwa ada 6 (enam) faktor yang muncul dalam analisa faktor untuk konstruk SI, yaitu :
– Purpose in life (memiliki tujuan hidup)
– Human values (memiliki nilai pribadi yang manusiawi)
– Compassion (memiliki rasa kasih sayang pada beraneka ciptaan Tuhan)
– Commitment towards humanity (memiliki komitmen terhadap kemanusiaan)
– Understanding self (memahami diri sendiri)
– Conscience (memiliki hati nurani/kalbu yang bersih)

 

Dari faktor tersebut, mereka kemudian menghubungkannya dengan sejumlah asesmen psikologi yang sudah ada, yaitu skala self compassion yang telah dibuat oleh Raes, Pommnier, Neff dan Van Gucht (2011) dan skala kesehatan psikologis (psychological well being) dari Ruff & Keyes (1995). Dari hasil penelitian tersebut, Vineth dan Manju (2011) menemukan bahwa, Spiritual Intelejensia memiliki korelasi positif dengan :
– Self kindness (sikap baik yang datang dari hati)
– Mindfulness (sikap penuh perhatian)
– Autonomy (kemandirian)
– Personal growth (kepribadian yang berkembang)
– Purpose in life (memiliki Tujuan Hidup)
– Self acceptance (menerima diri sendiri)
Dari definisi diatas, kita bisa memperoleh pemahaman bahwa dari konsep Spiritual Intelejensia (SI) saja, akar tumbuhnya sikap negative yang dapat berkembang menjadi sesuatu yang destruktif seperti terorisme, amatlah jauh. Jadi sumber diatas telah membantah anggapan bahwa terorisme berasal dari sesuatu yang bersifat relijius ataupun spiritual. Dan bisa disimpulkan bahwa para tersangka terorisme adalah orang-orang dengan level intelegensi spiritual yang rendah. Karena mereka tidak memiki unsur-unsur yang ada dalam konstruk Spiritual Intelejensia seperti dijelaskan diatas. Itu baru dalam hal SI saja. Belum lagi dalam level ESQ sebagai tata pikir, tata nilai dan tata perilaku.

 

Sementara, dalam ESQ sendiri, ESQ tinggi bisa didefinisikan sebagai keseimbangan antara IQ, EQ dan SQ dengan menjadikan SQ sebagai sentralnya. Dalam hal ini, tata pikiran, tata emosi dan tata perilaku bersifat in – out. SQ yang dipandu oleh sifat ihsan sebagai jawaban atas eksistensi diri. Sikap ihsan ini yang akan membentuk tata pemikiran. Darisitu kemudian seorang individu mengembangkan EQ yang berlandaskan pada 6 prinsip yang kokoh sebagai tata nilai dalam bersosialisasi, bekerja dan belajar, dan membentuk IQ yang berlandaskan pada 5 langkah sebagai tata perilaku, tata keterampilan dan tata pengetahuan. Proses pembentukan karakter dalam ESQ dilakukan dengan menghapus 7 mental blok yang terdiri dari : persepsi, sudut pandang, pengalaman buruk, prinsip hidup yang salah, kepentingan, pembanding, dan fanatisme/radikalisme. Dan sebagai hasilnya, karakter yang dibentuk melalui ESQ adalah 7 budi utama, yaitu : jujur, tanggung jawab, visioner, disiplin, kerjasama, adil dan peduli, yang didasarkan dari 99 thinking hats.

 

Penemuan konsep ESQ ini sendiri dikemukakan pertama kali oleh Ary Ginanjar Agustian dari Indonesia, pada tahun 1999, dalam bukunya yang berjudul “Emosional Spiritual Quotient (ESQ) : Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi & Spiritual” yang merupakan konsep yang sangat baru dan sampai sekarang terbukti relevan dan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada di masyarakat, dan menjadi solusi bagi transformasi pemikiran individual, yang akhirnya menghasilkan transformasi organisasional dalam tataran kelas pekerja industri, kalangan birokrasi, kalangan akademisi dan kalangan professional. Keberhasilan Bapak Ary Ginanjar Agustian ini kemudian membuat masyarakat ilmiah mengakui beliau sebagai Doktor Honoris Causa dalam bidang Pembentukan Karakter, yaitu pada tahun 2007 dari Universitas Negeri Yogyakarta.

 

Sebagai klien dari ESQ untuk Transformasi Organisasi dan Transformasi Personal pada pekerjanya dapat disebut sejumlah klien perusahaan besar di Indonesia dan Malaysia seperti : Telkom Indonesia, Krakatau Steel Group, Pertamina, Toyota, Astra Internasional, Bank BRI, Bank Mandiri, Proton, Syarikat Air Johor, dan seterusnya. Kepercayaan dari masyarakat bisnis dan masyarakat ilmiah ini menunjukkan bahwa ESQ merupakan solusi yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang ada di organisasi dan di masyarakat.

 

Selamat menikmati Jamuan Ramadhan yang telah menghidangkan Berkah, Maghfirah, dan Ampunan Allah SWT. Salam hangat kami di ESQ.

Leave a Reply

Konsultasikan rencana pensiunmu, gratis.

Open chat
1
Halo,
Ada yang bisa kami bantu?